Mengapa merayakan Terbitlah Terang?
Dalam menyiapkan 100 tahun Indonesia merdeka, berbagai sektor mengetengahkan aspirasi, target, strategi untuk mencapainya, dan juga tantangan global yang akan dihadapi. Namun hanya ada sedikit elaborasi tentang rencana upaya meningkatkan modal non-fisik yang ada dalam diri tiap manusia, yakni kemampuan berpikir rasional dan kehalusan nurani. Modal manusia inilah yang mestinya dimiliki oleh para generasi muda sekarang yang dalam waktu 20 tahun mendatang akan menggendong bangsa dan negara ini ke arah yang lebih baik. Masalahnya, konten dan pola pendidikan belakangan ini, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi, amat sedikit menyiapkan modal hakiki manusia ini. Yang disiapkan lebih pada pengetahuan terkini dan berbagai aturan normatif, tetapi sedikit menyiapkan kemampuan berpikir dan merasa dengan empati yang holistik dan berkeadilan. Padahal inilah yang akan membuat setiap manusia dapat mengembangkan diri sesuai perubahan zaman dan berkontribusi pada lingkungannya dengan optimal.
Kami memperhatikan generasi muda melalui berbagai media, dan secara langsung sebagai pengajar, pegiat profesional dalam bidang-bidang yang menjumpakan kami dengan berbagai kalangan muda, dan sekaligus sebagai anggota masyarakat biasa yang berinteraksi dengan generasi muda melalui relasi keluarga, pertemanan, dan sebagai warga lingkungan. Melalui survei kecil yang kami lakukan, diperoleh gambaran tentang kondisi generasi muda dan juga aspirasinya terhadap masa depan. Hasil analisa sementara atas survei tersebut, yang memang belum merepresentasikan mayoritas generasi muda Indonesia, menunjukkan bahwa generasi muda merindukan pendampingan, arahan, dan teladan untuk mencapai cita-citanya yang luhur, entah di pemerintahan, korporasi, industri, sektor pendidikan dan kebudayaan, layanan, dan yang jelas: di antara masyarakat.
Harapan dan tantangan yang dihadapi oleh generasi sekarang tidak sama dengan yang sebelumnya. Oleh karena itu, Terbitlah Terang hadir sebagai ruang dialog multi-arah yang substantial dan santun untuk saling belajar, demi melengkapi, memperkuat, dan memperhalus “organ” berpikir dan merasa generasi muda. Kenyataan hidup yang kompleks diilustrasikan dalam topik-topik pilihan untuk memperluas wawasan, menyeimbangkan berbagai gaya (forces) yang ada dalam masyarakat, dengan penekanan pada kejelasan relasi sebab-akibat. Landasan pola pikir ilmiah (scientific mind) ini memotivasi cara pandang yang kritis dan komprehensif, sehingga terdorong perilaku yang secara bijak mempertimbangkan aspek-aspek kehidupan seperti budaya, hukum, aturan, kepercayaan, ekonomi, dan seni. Kami hadir mewakili berbagai bidang yang merepresentasikan aspek-aspek kunci dalam kehidupan yang disebutkan di atas. Dengan begini, masyarakat akan mengenali orang-orang dan sumber belajar yang dapat dipercaya untuk mendampingi menyiapkan masa depan yang gemilang.
Siapa kami?

Damayanti Buchori
Damayanti Buchori (Dami), sejak kecil sangat tertarik dengan sejarah alam dan konservasi. Serangga menjadi tambatan hatinya karena kekagumannya pada keanekaragaman serangga yang luar biasa. Dami sering melihat bahwa “ azas praduga tak bersalah” jarang diterapkan pada serangga. Khalayak umum sering melihat serangga sebagai pengganggu, karena nyamuk, kecoak, ulat bulu, hama wereng, dan serangga umumnya dianggap pengganggu manusia. Padahal tanpa lebah, kupu-kupu, proses penyerbukan berbagai jenis tanaman dan tumbuhan tidak akan terjadi. Dan tanpa lebah dan penyerbuk lainnya, 75% dari tumbuhan tidak akan dapat bertahan hidup. Serangga menjadi entry point bagi Dami untuk belajar ekologi-evolusi serta konservasi. Pemahaman terhadap Anthropocene dan upaya perlindungan untuk menjaga kelestarian alam menjadi perjuangan Dami semenjak dia pulang dari studi S3 di Amerika Serikat. Riset-riset terkait sustainable agriculture, landuse change and biodiversity menjadi subyek utama penelitian. Dami juga aktif dalam berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat sehingga sempat aktif berkegiatan di beberapa Civil Society Organization (CSO) seperti PEKA Indonesia, KEHATI, TNC Indonesia dan ZSL Indonesia. Melalui interaksinya dengan CSO, Dami belajar lebih jauh tentang kedaulatan pangan, serta isu-isu social justice. Ketidak adilan menjadi sebuah kegelisahan yang tak berujung, oleh karena itu Dami selalu siap untuk aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang membela keadilan. Masa depan Indonesia sudah menjadi diskusi sehari-hari dalam keluarga, semenjak Dami kecil hingga dewasa. Masa depan Indonesia adalah sebuah diskursus yang selalu harus dibicarakan lintas generasi, karena peradaban selalu bergerak, sehinga generasi muda menjadi kunci bagi keberlanjutan Indonesia. Building critical mass of young generation has always been my goal. Motto Dami adalah “building critical mass of young generations that respect nature and diversity, in culture and in the environment. To change the hearts and minds of the youngs”.
Linda Hoemar Abidin
Sejak usia tiga tahun, Linda belajar balet klasik di Berlin, Jerman. Setelah menyelesaikan sekolah menengah atas di Jakarta, beasiswa dari Asian Cultural Council (ACC) memungkinkannya belajar tari kontemporer di Alvin Ailey American Dance Center di New York. Setelah lulus, ia pertunjukan keliling Eropa, Amerika, Singapura, dan Indonesia sebagai penari utama dengan Elisa Monte Dance. Untuk mewujudkan mimpinya, menguasai seni manajemen seni, dengan dukungan dana dari ACC dan beasiswa dari Universitas Columbia, ia mengambil pensiun dini sebagai penari, memperoleh gelar BA di bidang Tari, dan Magister Administrasi Seni dari Universitas Columbia, New York. Sekembalinya ke Jakarta, ia mengajar manajemen seni di Institut Kesenian Jakarta (IKJ), dan menjabat sebagai konsultan pengembangan penonton di Gedung Kesenian Jakarta. Pada tahun 1999, ia ikut mendirikan Yayasan Kelola, dan dipercaya sebagai sebagai Ketua Pengurus hingga saat ini. Pada tahun 2012, bersama dengan 41 praktisi seni lintas disiplin, yang menginginkan ekosistem seni yang lebih sehat di Indonesia, ia ikut mendirikan Koalisi Seni Indonesia, menjabat sebagai Bendahara hingga 2021, dan sekarang sebagai Ketua Pengawas. Sejak beberapa tahun lalu ia juga aktif sebagai anggota Pengawas Perhimpunan Filantropi Indonesia. Impiannya, semua orang berlomba-lomba jadi Filantrop, ikut mendukung seni budaya melalui hal sesederhana menghormati hak cipta dan menghargai karya seni, dengan membaca karya buku sastra, menonton pertunjukan, film, dan pameran. Seni budaya juga memerlukan bantuan keahlian, misalnya pengelolaan: media sosial; komunikasi publik; keuangan; hingga proyek seni budaya. Siapa lagi kalau bukan kita yang seharusnya mendukung dan menghargai peran seni budaya dalam pemajuan peradaban bangsa Indonesia. Tentunya, sumbangan dana akan selalu berguna, lebih dari sekedar melestarikan khazanah tapi juga ikut memajukan seni budaya melalui pendidikan seni, dan seni dalam pendidikan untuk Indonesia yang gilang gemilang.
Melani Budianta
Melani Budianta jatuh cinta pada dongeng, komik, sastra dan dunia kesenian sejak kecil. Kota Malang, tempat kelahirannya di tahun 1954, ramai dengan kegiatan kesenian. Dibesarkan di tengah keluarga peranakan Tionghoa di era Orde Baru dan mengalami goncangan Reformasi, Melani yang belajar Sastra Inggris mengembangkan kajian kritis tentang persoalan identitas budaya, gender dan poskolonialitas. Sebagai dosen di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, ia mendalami pendekatan dan ikut mempelopori pengembangan Kajian Budaya (cultural studies) di Indonesia. Ia bergabung dengan jejaring kegiatan budaya pegiat kampung serta perempuan pekerja seni untuk membangun pengetahuan bersama.
Melani menganalisa proses “commoning”, yaitu penciptaan ruang bersama untuk membangun hidup dari apa yang ada.
Sejak awal, ketertarikan Melani terhadap dunia desa dan kampung rural telah membawanya pada serangkaian penelitian. Penelitiannya mengungkap adanya “lumbung budaya” di desa-desa, yang kemudian diperluas ke kampung-kota di pinggiran dan tengah Jakarta. Dalam konteks ini, Melani mengkritik serta menawarkan alternatif terhadap sistem dunia yang ada. Sebagai akademisi dengan latar belakang ilmu kesusastraan, Melani melihat peran sastra sangat strategis untuk melihat kemajemukan di Indonesia.
Premana W. Premadi
Menurut Premana, alam semesta terlalu luas, megah, dan indah untuk dinikmati sendiri. Ia menghabiskan hampir seluruh masa dewasanya berbagi ketakjubannya akan semesta pada praktis semua orang yang dijumpainya, tak peduli usianya. Memiliki gelar PhD dalam fisika bidang kosmologi menambah tanggungjawab pada semangatnya untuk berbagi. Anda mungkin kehilangan dirinya saat dia terhanyut dalam musik klasik, terutama Partita untuk biola tunggal oleh Bach yang membuatnya dapat menyelinap ke dimensi ruangwaktu lain. Tetapi di luar itu, mudah menemukannya; ia kerap sedang ikut sibuk bersama banyak orang mengupayakan dunia yang lebih bahagia.
Premana W. Premadi menjadikan alam semesta sebagai laboratorium alami tak berhingga untuk mempelajari fisika secara mikro maupun maupun makro, dan sekaligus sebagai cermin untuk memahami kompleksitas kehidupan di Bumi, melalui kerjasama dengan berbagai pihak: Pendidikan sains tentang semesta untuk anak-anak: dengan mendirikan Universe Awareness for Children Indonesia; memperkenalkan indahnya alam pada puluhan ribu anak di berbagai penjuru Indonesia. Kemudian, pendidikan Science Technology Engineering Arts and Mathematics (STEAM), yang sejalan dengan Sustainable Development Goals khusus untuk energi, air, dan pendidikan berkualitas. Programnya telah melatih dan mendampingi ratusan guru, terutama di daerah tertinggal. Kosmologi sebagai bidang studi yang inspirational secara filosofis, spiritual dan budaya, mendorongnya untuk membangun ruang interaksi konstruktif antar berbagai dimensi humaniora, a.l. Bandung Society for Cosmology and Religion sebagai forum dialog sehat antar agama, budaya, dan sains. Sebagai pasien Amyotrophic Lateral Sclerosis yang memiliki latar belakang sains dan akses pada sumber akademik tentang penyakit ini, ia mendirikan dan mengurus Yayasan ALS Indonesia untuk dapat menolong sesama pasien, para perawat, maupun ahli medis terkait.
Sulistyowati Irianto
Ia menekuni antropologi hukum dan hukum feminis. Ia aktif meneliti, menerbitkan buku, artikel, dan tulisan untuk publik terkait dua tema tersebut. Guru besarnya diraih dalam bidang Antropologi Hukum (2008) di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, tempatnya menjadi dosen sejak tahun 1987.
Ia juga menjadi aktivis perempuan dan pro demokrasi berjejaring dengan gerakan masyarakat sipil. Ia menjadi Sulis yang sekarang berkat mentorship dari guru-gurunya yang hebat. Ia belajar antropologi dari Begawan antropologi Indonesia, Prof. Koentjaraningrat, meneruskan legacy antropologi hukum, gender dan hukum dari Prof. Tapi Omas Ihromi, dan belajar feminisme dari Prof. Saparinah Sadli. Kedua guru perempuan itu dikenal sebagai grandmothers of Indonesian women studies, yang mengajarinya berdiplomasi dan mengadvokasi masaah ketidakadilan perempuan dengan cara-cara bermartabat dan konsisten. Dari ketiga gurunya itu ia belajar tentang relasi hukum, manusia dan kebudayaan. Baginya hukum adalah bagian dari kebudayaan, yang intinya adalah sistem berpikir, sistem berpengetahuan dan sistem berhukum yang bertujuan melangsungkan hidup suatu komunitas. Itu sebabnya baginya hukum bukan hanya teks undang-undang (black letter), tetapi juga dokumen antropologis yang hidup. Tahun 2004 ia juga merintis satu keilmuan lain yaitu socio-legal studies (SLS) atau hukum dan masyarakat, merespon perkembangan studi hukum interdisiplin yang berkembang pesat secara global hari ini. Ia tidak hanya mengembangkan perkuliahan, tetapi juga mendirikan jurusan SLS di program Magister Ilmu Hukum FHUI. Jaringannya dengan asosiasi profesi seperti the International Commission on Legal Pluralism (sejak 1993), the Asian Initiative on Legal Pluralism (sejak 2004), dan berbagai organisasi masyarakat dalam bidang hak asasi manusia dan perempuan, lingkungan, dan bantuan hukum adalah tempat dia belajar mengonfirmasi text book dan temuan lapangan.
Terima kasih untuk menuliskan pesan yang konstruktif dengan santun di dalam kotak di bawah ini.
Leave a comment